Jumat, 18 Maret 2016

Hai hai.
sempat Fakum seminggu, nggarap tugas ini,dan tugas yang lainnya.
Dan aku mau Sharing ke kalian, semoga membantu
PEMBAHASAN
TENTANG
STRATIFIKASI SOSIAL

      A.     Pengertian Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosiat atau disebut dengan pelapisan sosial telah dikenal saat manusia menjalankan kehidupan. Terbentuknya sosaial yaitu dari hasil kebiasaan manusia berkomunikais, berhubungan,atau bersosialisasi satu sama lain secara teratur maupun tersusun, baik itu secara indiividual maupun berkelompok. Tapi apapun wujudnya dalam kehidupan bersama sangat memerlukan penataan serta organisasi, dalam rangka penataan pada kehidupan inilah yang pada akhirnya akan terbentuk sedikit demi sedikit stratifikaisi sosial.

Stratifikasi sosial yaitu suatu pengelompokan anggota masyarkat berdasarkan status yang dimilikinya.

    B.      Pengertian Stratifikasi Sosial menurut para Ahli

Menurut Petirim A. Sorokin, bahwa stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas kelas secara bertingkat (secara hierarkis). Perwujudannya adalah kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Selanjutnya, sorokin menjelaskan bahwa tidak ada keseimbangan dalam pembagian hak hak dan kewajiban kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat. Lapisan lapisan dalam masyarakat itu ada sejak manusia mengenal kehidupan bersama dalam masyarakat. Menurut ia juga, bahwa sistem berlapis-lapis itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat. Bagi siapa saja yang memiliki sesuatu yang dihargai atau dibanggakan dalam jumlah yang lebih daripada yang lainnya, maka ia akan dianggap mempunyai status yang lebih tinggi pula dalam masyarakat. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai kuantitas sesuatu yang dibanggakan lebih sedikit, maka ia akan dianggap mempunyai status dalam masyarkat yang lebih rendah.

Dalam kehidupan masyarakat biasanya selalu terdapat perbedaan status antara orang satu dengan yang lainya, antara kelompok satu dengan kelompok lainya. Ada yang mempunyai status sosial yang tinggi dan ada pula yang mempunyai status status yang paling randah dalam kehidupan masyarakat, sehingga kalau dilihat dari bentuknya seakan-akan status manusia dalam masyarakat itu berlapis-lapis dari atas ke bawah.


Menurut Soerjono Soekanto (1928), selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, maka hal itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapisan dalam masyarakat itu. Barang sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam beragama, atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat.

Menurut Hassan Shadily, mengatakan bahwa pada umunya lapisan dalam masyarkat menunjukan :
1.      Keadaan senasib. Dengan paham ini kita mengenal lapisan yang terendah, yaitu lapisan pengemis, lapisan rakyat dan sebagainya.
2.      Persamaan batin ataupun kepandaian; lapisan terpelajar dan sebagainya.
Stratifkasi sosial tersebut merupakan perbedaan (diferensiasi) yang berhubungan dengan pengertian perbedaan tingkat, dimana anggota-anggota masyarakat berada di dalamnya.
    C.      Proses terjadinya stratifikasi sosial
1.   Terjadi secara otomatis, terjadinya stratifikasi sosial secara otomatis dipengaruhi oleh faktor faktor yang telah ada pada individu sejak lahir, seperti Kepandaian,jenis kelamin,keturunan,jenis kelamin, dan sifat keaslian keanggotaan  seseorang dalam masyarakat.
2.   Terjadi dengan sengaja  untuk tujuan bersama yang dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi organisasi formal, seperti pemerintahan,partai politik,perusahaan,perkumpulan, dan angkatan berjenjata.
D.     Unsur unsur stratifikasi sosial
a.                        Status sosial (status Obyektif)
Status merupakan kedudukan sesorang yang dapat di tinjau dari hak dan kewajibannya terlepas dari individunya. Jadi dapat di simpulkan bahwa status dapat dikatakan sebagai konsep perbandingan peranan dalam masyarakat yang  cerminankan dari hak dan kewajibannya dalam tindakan manusia.
Status apabila diperhatikan oleh masing – masing anggotanya akan menghasilkan pembentukan norma – norma dalam masyarakat.

Ada beberapa kriteria penentuan status seperti dikatakan oleh Talcott Parsons, yang menyebutkan ada lima criteria yang digunakan untuk menentukan status atau kedudukan seseorang dalam masyarakat, yaitu kelahiran, mutu pribadi, prestasi, pemilikan, dan otoritas.
1)               Ascribed Status
Ascribed status merupakan status yang diperoleh seseorang tanpa usaha tertentu. Status sosial ini biasanya diperoleh karena warisan, keturunan, atau kelahiran. Contoh
2)               Achieved Status
Status ini diperoleh karena suatu prestasi tertentu. Atau dari kualitas kerjanya .jadi dapat di simpulkan bahwa status ini diperoleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Status ini tidak diperoleh atas dasar keturunan, akan tetapi tergantung pada kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya.

b.Peranan sosial (status subyektif)
Peranan sosial merupakan dinamika dari status atau penggunaan dari hak dan kewajiban dalam kehidupan di masyarakat. Peranan diartikan sebagai perilaku yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan status yang dimilikinya. sehingga status dan peranan tidak dapat di pisahkan karna tidak ada status yang tidak memiliki peranan dan tidak akan ada peran dalah masyarakat tanpa adanya status.

Setiap interaksi sosial yang dilakukan dalam masyarakat merupakan hubungan  antara peranan peranan  individu dalam masyarakat. Dengan demikian  faktor  yang  menentukan bagaimana peranan yang akan dilakukan ditentukan oleh :
1.      Norma yang berlaku dalam situasi interaksi, yakni sesuai dengan norma keseragaman yang berlaku dalam kelompok  atau masyarakat dalam situasi yang sama
2.      Apabila norma jelas, barulah dapat dikatakan adanya kemungkinan besar untuk menjalankanya.
3.      Apabia individu dihadapi  dengan situasi dimana lebih dari satu norma (yang dikenalnya) berlaku, ia akan berusaha untuk mengadakan kompromi dan modufikasi antara norma norma ini.

c. Hubungan antara status dan peranan
Dalam kehidupan bermasyarakat status dan peranan tidak ada artinya apabila tidak dipergunakan. Dengan adanya banyak status dan peranan terbentuklah dimasyarakat suatu hearaksi status, yaitu karna status mempunyai arti dalam masyarakat apabila ditinjau dari status yang lebih tinggi atau lebih rendah. Karena manusia merupakan anggota dari banyak kelompok. Dalam setiap kelompok ia mempunyai satatus dan peranan tertentu. Karena banyak atau role conflict. Yaitu apabila seseorang dengan status tertentu dikelompok satu, mengambil peranan lebih tinggi terhadap orang yang sama dalam kelompok yang lain. Contoh : Dua orang dalam hubungan atasan dan  bawahan lebih rendah menjadi ketua dari umpamanya kelompok olahraga. Dalam kelompok olahraga ini, atasan tidak boleh bertindak sebagai atasan, tetapi harus bersikap seperti anggota biasa. Sebaliknya apabila ketua kelompok olah raga di tempat kerja bersikap sebagai  ketua atau kepala kantor, maka ia akan dapat di tegur bahkan dikecam atau dikeluarkan oleh atasannya.
  E.      Stratifikasi sosial dalam masyarakat berkembang
Masyarakat-masyarakat berkembang disebut dengan istilah “masyarakat dalam transisi”. Ditinjau dari segi stratifikasi, hal ini berarti bahwa dalam proses stratifikasi sosial sdang terjadi perubahan-perubahan nilai dan patokan serta sebagai akibatnya kesukaran pembentukan stratanya sendiri. Hal ini sedang terjadi karena lajunya industrialisasi dan modernisasi sebagai akibat dari kemajuan teknologi dan pemanfaatan ilmu pengetahuan; kemajuan kemajuan ini dipergunakan oleh manusia untuk memperbaiki hidupnya.
Menentukan stratifikasi dalam suatu masyarakat berkembang sangat sukar, karena masyarakatnya sedang mengalami perubahan besar-besaran. Khusunya mengenai Indonesia terdapat cukup banyak kepustakaan yang berusaha membahasnya. Perkembangan sejarah Indonesia  serta penulisan-penulisan tentang hal ini dapat menjelaskan bagaiman jalannya perubahan stratifikasi di Indonesia dari abad ke abad terutama setelah runtuhnya Majapahit.
Dalam buku Soedjito Sosrodiharjo tentang Perubahan Struktur Masyarakat, di Jawa, suatu Analisa (Yogyakarta 1968) dapat diketahui bagaimana diskitar abad ke 13-14 pada lapisan teratas terdapat raja (sebagai penguasa pemasaran di negaranya) diikuti oleh para pegawai negara dan pujangga Kemudian baru pada zaman mundurnya kekuasaan majapahit, para bupati khususnya disepanjang pantai jawa semakin lama makin mengambil peranan penting (melalui pemasaran) ersaing dengan kekuasaan keraton. Akhirnya panjanf antara yang memimpin dan yang dipimpin hal mana tampak dalam hubungan antar kawula dan gusti
Pada akhir abad ke 19 timbullah suatu lapisan masyarakat baru yaitu selain mereka yang berperan sebagai pemasar menengah (pedagang Tionghoa) timbullah lapisan priayi. Lapisan ini diadakan oleh Belanda dari anggota masyarakat lapisan nonbangasawan dan yang telah memperoleh pendidikan untuk menjadi pegawai negeri. Masalah terbentuknya lapisan priayi ini diterima oleh golongan bangsawan tidak tanpa perasaan tidak enak, mengingat bahwa istilah priayi sebenarya berasalkan dari perkataan “para yayi” yang berarti “adik-adik raja”, lapisan mana sebenarnya tidak mungkin dapat ditembus oleh lapisan yang lebih rendah.
Perkembangan ini menjelaskan bahwa situasi ekonomi maupun politik yang berubah (sebagaimana terbuktikan dengan perubahan situasi ekonomi pada akhir zaman Majapahit dan zaman penjajahan sesudah VOC) dapat menyebabkan terbentuknya lapisan-lapisan masyarakat serta struktur sosial yang baru, dan bahwa perubahan sosial dalam banyak hal ditentukan oleh perkembangan dibidang lain disamping bidang ekonomi dan politik.
Clifford Gertz yang menulis Peddlers and Princes (1963) berdasarkan penelitiannya dijawa Timur dan Bali dalam tahun 1952-1954 menemukan bagaimana proses stratifikasi sebagai akibat modernisasi, ditentukan oleh stratifikasi sosial sebelum modernisasi, sistem nilai setempatdan hubungan manusia dengan lingkungan.
Dalam membahas stratifikasi perlu diperhatikan bahwa terdapat perbedaan antara stratifikasi di desa dan di kota atau stratifikasi yang berbeda-beda didaerah-daerah. M A Jaspan dalam tulisannya Social Stratification and Social Mobility in Indonesia menjelaskan betapa khususnya didaerah perdesaan Yogyakarta walaupun telah menjadi pusat dari revolusi fisik indonesia. Masih diketemukan stratifikasi sosial yang mengingatkan akan (sisa-sisa) perkembangan zaman feodal prarevolusi. Ia menyebut bagaimana di desa-desa disekitar Yogyakarta elit desa mengalam peningkatan status sosial dari stratifikasi lama dengan struktur sebagai berikut :
a.      Kuli kenceng
b.      Kuli gundul
c.       Kuli karangkopek
d.      Indung tlosor
Adapun patokan penentu strata dalam masyarakat desa tersebut didasarkan pada ukuran bersawah, berkebun dan memiliki rumah untuk kuli kenceng : makin menurun jenis hak miliknya makin rendah kedudukan orang di tangga sosial desa. Menurut jaspan lebih lanjut, dalam perkembangan sejak dan setelah zaman kolonial disekitar Yogyakarta lapisan kuli  “kulak “ dengan semakin lama  menjadi kaya dan memiliki kadang-kadang setengah dari luastotal tanah persawahan suaru desa. Kekayaan ini akhirnya memungkinkannya menjadi pelepas uang atau dalam penggarapan tanah bisa memperkerjakan seorang kuli gundul (penggarap) berdasarkan sistem maro. Kadang-kadang seorang kuli kenceng dapat menjadi begitu kaya, sehingga ia dapat memiliki beberapa tanah di desa tetangganya. Kemudian perkembangan kuli kenceng sejak zaman kolonial adalah bahwa karena kekayaannya ia dapat tergolong kelas bekel meningkat ke lapisan teratas dan didesa berkuasa (seperti lapisan para lurah ), bahkan karena hubungan dan perkembangan lebih lanjut dapat menjadi priayi. Mobilitas yang dialamai oleh lapisan kuli kenceng menurut Japan adalah sedemiian rupa sehingga terjadi peningkatan lebih lanjut setelah revolusi fisik dari kuli kenceng menjadi priayi.
W.M.F Hofstede sebagai hasil penelitiannya di empat(4) desa di Jawa Barat dalam tahun 1970 menemukan penyederhanaan stratifikasi menjadi :
a. elit desa
b. massa
keempat desa d Jawa Barat yang diteliti oleh Hofsteede ialah desa Situraja, Bangkayang, Sindangsari, dan Purwodadi- pada umumnya menunjukkan ciri stratifikasi demikian patokan pembentukan strata berdasarkan hak milik atas sawah, kebun dan rumah makin lama makin kabur/kurang diperhatikan. Elit setempat terdiri dari : lurah, pegawai-pegawai daerah dan pusat, guru dan tokoh-tokoh politik maupun agama dan petani kaya. Selanjutnya lapisan massa terdiri dari petani menengah, buruh tani dan pedagang kecil serta pengrajin.
Situasi demikian menjelaskan adanya tendensi perkembangan stratifikasi menurut “ ukuran modern” atau bahwa modernisasi juga telah memasuki desa-desa. Keputusan desa diamil oleh pemimpin formal dan pemuka masyarakat dengan suatu kerjasama yang lebih erat atau lebih renggang. Tergantung dari kebiasaan/situasi desa.
Para pemimpin formal didesa ialah mereka yang mempunyai kedudukan yang resmi dalam kegiatan administrasi desa, tergolong juga para anggota Hansip dan kepala desa yang dipilih.
Pemuka masyarakat adalah orang-orang yang berpengaruh di desa yang walaupun tidak menduduki suatu kedudukan resmi di desanya.
Bahwa golongan intelek desa juga tergolong elit merupakan suatu patokan yang enunjukkan bahwa modernisasi sedangberjalan didesa. Solo Sumardjan dalam penelitiannya terhadap suatu desa lain di Jawa Barat, yaitu desa Bojong kecamatan Pangandaran, menemukan bahwa dalam organisasi-organisasi jenis baru seperti umpamanya koperasi. Ada tendensi bahwa intelek desa lebih giat dalam menjalankan dan menggerakkannya, yaitu karena masalahnya berkaitan dengan masalah-masalah nasional. Sebaliknya ada tendensi bahwa pekerjaan tradisional desa seperti umpamanya urusan lumbung desa dan lain-lain diserahkan kepada mereka yang kurang terpelajar. Selanjutnyaada tendensi pula bahwa kerjasama antara pemimpin formal dan pemuka masyarakat kurang serasi., hal mana nampak sekali dalam pengambilan keputusan mengenai proyek-proyek desa. Kadang-kadang bahkan terdapat situasi dimana para pemimpin kurang mempunyai prakarsadan hanya patuh kepada lurah, walaupun mungkin sekali sebaliknya para pemuka masyarakat merupakan anggota giat.
Situasi sebagaiman dibahas oleh Hofstede menjelaskan betapa dinamiknya proses stratifikasi didesa dewasa ini. Berbagai penelitian lebih lanjut di Jawa Barat juga menunjukkan bahwa jumlah tengkulak di desa makin bertambah. Hal ini berarti bahwa nilai ekonomi yang modern seperti penjualan jasa makin tersebar. Dilihat dari segi ekonomi dan usaha pemerintah untuk menekann harga hal ini tentunya mnyukarkan, akan tetapi dilihat dari segi sosiologi hal ini menjelaskan adanya penerimaan nilai sosial baru, seperti menilai jasa disamping produksi dalam bentuk barang.  Beda antara “kulak” yang dibahas di jawa tengah bahwa “kulak” merupakan pedagang perantara sekaligus “kuli kenceng” yang menadah hasil bumi petani desanya dan melemparkannya ke pasaran kota. Sebaliknya di Jawa Barat “tengkulak”  merupakan tani/yang tak bertanah, tidak berkebun dan hanya menjualkan barang dagangan orang lain. Keduanya bertindak sebagai pedagang perantara; yang satu sebagai perantara yang lebih kaya dibandingkan dengan yang lain yang hanya menjual jasa. Justru dalam “hanya menjual jasa” inilah tampak makin mersapnya nilai baru kedesa karena desakan ekonomi di tingkat desa sendiri.
Hal-hal yang menentukan stratifikasi adalah :
a.      Adanya dorongan dalam berbagai kelompok dimasyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat.
b.      Pada umumnya dorongan ini tidak dirasakan efektif kecuali apabila terdapat hal-hal yang sangat menyolok sehingga terjadi ketidak puasan yang akhirnya menyebabkan gangguan terhadap kehidupan sosial.
c.       Pendidikan merupakan suatu unsur yang menyandarkan orang akan kekurangan dan kepincang-pincangan dalam masyarakat, unsur mana akhirnya memungkinkan orang mengadakan organisasi kegiatan.
d.      Perorganisasian terhadap suatu perubahan masyarakat khusunya dalam stratifikasi sosial selalu datang dari sublapisan elit yang terendah dari masyarakat dengan kemungkinan menggunakan massa untuk mencapai kepentingannya.
e.      Suatu penerimaan dari anggota-anggota masyarakat dari lapisan lebih rendah oleh lapisan yang lebih tinggi untuk suatu masyarakat berarti suatu revolusi dalam sistem nilai.
f.        Kelompok yang mula-mula menolak “anggota baru” merupakan kelompok yang bukan terutama berusaha mempertahankan kekuasaannya akan tetapi karena mempertahankan nilai-nilai yang snagat berharga.
Perkembangan di indonesia menjelaskan bahwa dalam proses stratifikasi sedang terjadi perubahan-perubahan besar. Lepas dari masalah-masalah (politik maupun ekonomi) yang dibawanya, gerakan-gerakan mahasiswa  dan kadang-kadang gangguan stabilitas sosial politik seperti di Surakarta (1980) menjelaskan bahwa di Indonesa sering terjadi pengadaan stratifikasi baru dalam masyarakat nasional. Dalam hubungan ini mahasiswa sebagi lapisan terbawah dari elit masyarakat (sesuai teori Ponsioen tadi) sedang berusaha memperoleh pengakuan yang lebih besar di masyarakat, sehubungan dengan peranan yang dirasakannya dalam masyarakat Indonesia, dalam masa lampau, kini maupun masa depan.
Dilihat dari teori R.W Morrell mahasiswa sebagai golongan yang masih tergolong lapisan semi profesional sedang berusaha untuk menerobos garis AB yang merupakan pembatas antara massa dan elit. Ukuran/patokan stratifikasi yang diberikan oleh Morrell merupakan patokan penilaian baru tentang srata yaitu penilaian menurut keahlian dan keterampilan menurut prestasi kurang berdasarkan prestise.
Para mahasiswa menuntut stratifikasi sosial baru menurut patokan modern tidaklah bertentangan dengan pendidikan maupun proses sosial sebagai akibatnya. Sebaliknya indonesia masih terlalu dibayangi oleh stratifikasi dan penilaian serta kebudayaan feodal dari masa lampau, sehingga tidak mungkin Indonesia dalam pembentukan stratifikasi aka dapat “melompati bayangan sendiri” dari apa yang dibahas mengenai sosial khususnya juga dalam negara berkembang, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara stratifikasi sosial dan stratifikasi politik.kedua-duanya hanya akan berhimpit untuk tingkat yang etrtinggi. Hal ini mengingat bahwa terutama para politisi berpendapat bahwa startifikasi sosial harus tercerminkan dalam stratifikasi politik. Karena terbuktikan dimana-mana bahwa kegiatan politik merupakan suatu profesi pula, kini bidang politik sendiri mengenal “stratifikasi” sesuai dengan keahlian maupun keterampilan politikusnya.
Disamping itu dalam kehidupan sosial akan terjadi perbedaan  antara stratifikasi kota maupun stratifikasi desa juga masyarakat homogen mengenal stratifikasi. Justru kehidupan demokrasi dapat diukur dari bidang seberaba jauh kehidupan dan stratifikasi sosial dan stratifikasi politik terpisah satu sma lain : negara-negara totaliter maupun selalu akan berusaha bahwa stratifikasi politik akan berimpit dengan stratifikasi sosial demi kekuasaanya. Dalam situasi totaliter “politik menjadi panglima” justru karena usaha mengimpitkan stratifikasi sosial. Prinsip demokrasi menginginkan suatu kehidupan lebih mendekati “kehidupan bebas manusia” sesuai martabatnya. Pembatasan terhadap kebebasan ni akan erjai dengan sendirinya dalam kehidupan manusia sebagai warga negara suatu bangsa/negara, sehingga kehidupan sosial di “pisah”dari politik : terjadilahperbedaan antara stratifikasi sosial dengan stratifikasi politik.
Tidak dapat dihindari bahwa juga dalam suatu negara demokrasi dimana patokan dan ukuran terhadap keahlian, kecakapan dan keterampilan diambil sebagai ukuran, masih akan ada stratifikasi  seperti demikian.
a.      Elit : orang-orang kaya dan orang-orang yang menempati kedudukan pekerjaan yang oleh masyarakat sangat dinilai
b.      Profesional : orang-orang yang berijazah dan bergelar dan dari dunia perdagangan yang berhasil
c.       Semi profesional : pegawai kantor, pedagang, teknisi berpendidikan menengah, mereka yang tidak berhasil mencapai gelar : memegang buku dan lain-lain.
d.      Tenaga terampil : rang-orang yang mempunyai keterampilan mekanik-teknik : penggunting rambut, pekerja pabrik yang terampil dan bertender, stenograf dan lain-lain.
e.      Tenaga semi terampil : pekerja pabrik tanpa keterampilan, pengemudi truk, carik, pembantu rumah tangga, pelayan restoran dan lain-lain.
f.        Tenaga tidak terlatih/tidak terdidik : pembantu rmah tangga, tukang kebun, penyapu jalan dan lain-lain.
Stratifikasi sosial akan terjadi disetiap masyarakat, karena unsur yang membentuknya :
a.      Tugas dan penempatan seorang/individu dalam masyarakat
b.      Imbalan yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang berdasarkan penilaian materi maupun non materi.
c.       Kenyataan bahawa untuk tugas-tugas yang sedemikian banyaknya dalam masyarakat.

Stratifikasi dalam masyarakat industri
Dibawah ini akan dibahas stratifikasi sebagaimana diketemukab di Amerika Serikat yaitu terutama mengenai stratifikasi sosiak dan bukan mengenai stratifikasi politik disana. Vance Packard yang menulis buku The status seekers dalam tahun 1959 mengatakan dalam tahun empat puluhan yaitu ketika dan segera setelah Perang Dunia II, Amerika Serikat mengalami mobilitas keatas dengan dahsyatnya. Hal mana kurang dirasakan atau seakan-akan terhenti dalam tahun-tahun menjelang tahun enam puluhan.
Bahkan ia mengatakan bagaimana dalam empat puluhan tersebut masih terjadi melalui ukuran pendapatan para warga negara AS yang meningkat terutama setelah tahun 1945 (akhir perang Dunia II) walaupun demikian justru dengan adanya mobilitas keatas serta tercapainya suatu stratifikasi yang stabil timbulah nilai-nilai baru dalan strata tertentu, yaitu untuk tidak memamerkan kekayaannya.
Hal ini terutama dilakukan oleh elit AS sebagi reaksi terhadap situasi depresi dalam tahun tigapuluhan. Justru elit Amerika Serikat belajar dari pengalamannya bahwa orang yang berkuasa tanpa memamerkan kekayaann, bahkam bahwa justru demi pengaruh terhadap masyarakat lebih baik untuk tidak menunjukkan perbedaan materi. Walaupun demikian dapat dikatakan bahwa secara “merata” telah terjadi peningkatan mobilitas keatas untk terbanyak penduduk AS hal mana terjadi karena perubahan masyarakat. Salah satu unsur yang jelas ialah berkurangnya beberpa bidang vocational skills dan bertambahnya pekerjaan untuk whitecollars walaupun dalam praktek para pekerja pekerjaan kasar  memerlukan tidak memerlukan blue jeans. Hal ini menjelaskan bahwa materi diamerika serikat tidak dapat dipakai sebagai ukuran tentang status sosial seseorang.
Jenis pekerjaan dan sehubungan dengan itu penilaian tentang stratifikasi obyektif orang ialah pekerjaan dalam bidang jasa yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi modern; sebaliknya jenis jasa berdasarkan teknologi lama kurang dinilai. Walaupun menurut Vance Packaard mobilitas keatas terus berjalan terutama melalui pendidikan. Akan tetapi ada garis yang sukar dilampaui yaitu bukan lagi perbedaan antara white collars dan blue collars upper middle class sehingga garis pembatas terletak pada middle class sendiri. Perbedaan ini justru dalam taraf pendidikan yang dialami seseorang, dimana collage diploma (perguruan tinggi) merupakan semacam “paspor”untuk menerobos garis pembatas tadi. Karena itu Vance Packard mengatakan elit aAmerika Serikat dewasa ini bukan terutama elit keturunan maupun kekayaan, melainkan elit diploma (diploma elite). Sampailah ia pada stratifikasi di Amerika Serikat sebagai berikut :
The diploma elit
i.                    Real up class
ii.                  Semi upper class
The Supporting Clases
iii.                Limited succes class
iv.                 Working class
v.                   Real lower class
Perbedaan yang besar/garis batas terletak pada apa yang sebelumnya dikenal sebagai middle class hal mana disebabkan karena adanya ukuran baru yang obyektif, yaitu ijazah perguruan tinggi. Adapun perbedaan sosial sebagai akibatnya dirumuskan oleh Vance Packard sebagai berikut :
“The diploma elite consists of the big, successful people who pretty much run things. The supporting classes contain the passive non big people who wear both white and blue collars : the small shopkeepers,workers, functionaries, techinal aides”.
Beberapa ciri dari real upper class menurut Packard ialah bahwa mereka biasanya mempunyai modal dalam bank, industro atau mempunyai sebidang tanah, walaupun mereka tidak memperlihatkannya. Mereka mempunyai waktu senggang yang banyak dan justru penggunaan waktu senggang ini merupakan standar penilaian apakah seseorang tergolong upper class yang baru atau lama. Mereka tergolong upper class baru harus mengusahakan pengakuan dari mereka yang lama.                                                         Cirikhas dari semi upper class atau upper middle ialah orang yang berambisi, giat, yang mempunyai pendidikan universitas, dan sebenarnya tergolong mereka yang dalam generasi pertama mengalami mobilitas keatas. Perbedaan yang jelas antara real upper class dan semi upper class merupakan suatu perbedaan psikologi dan sosial
“ members of this semi upper class are the hyperactive civic bossters who devote themselves actively to their roles in service clubs and country clubs and their wives power the local charity drives”
Dengan demikian semi upper class berusaha memperoleh pengakuan dari real upper class dengan kegiatan sosial yang berlebih-lebihan dan menyolok
Ciri khas dari limited success class yang dikenal dengan istilah sebelumnya yaitu lower middle class ialah bahwa mereka memaksa kelompoknya berusaha hidup sebanyak mungkin sesuai norma-norma yan ada berbudayakan tinggi dan sangat menggariskan perbedaan sosialnya dengan lapisan-lapisan dibawahnya. Kelompok sosial ini memperlihatkan tendensi lebih senang akan keseragaman sangat taat terhadap agama dibandingkan dengan lapisan diatas maupun dibawahnya. Terbanyak dari anggota masyarakat kelompok ini berpendidikan sekolah lanjutan atau mengalami beberapa pendidikan tambahan yaitu atas  usaha sendiri atau dalam rangka pekerjaannya.                                                                                                                                                        Kelompok ini terdiri dari mereka yang dahulu tergolong lapisan rendahan yaitu white collars ataupun lapisan atasan dari blue collars. Walaupun demikian lapisan rendahan dari white collars sangat berambisi dan berusaha untuk naik dan menggolongkan diri dalam semi elite akan tetapi akan tetapi sebaliknya mereka tergolong lapisan teratas dari jenis pekerjaan blue collars justru merasa puas dengan situasi sosial dan materinya. Dengan demikian yang merupakan lapisan yang giat dari stratum ini ialah lapisan yang tergolong white collars rendahan.
Pembagian dari Vance Packard ini sebagaimana bentuk-bentuk stratifikasi terdahulu tidak merupakan pembagian yang murni. Hal ini disebabkan karena disamping stratifikasi objektif terdapat stratifikasi sybyektif yaitu penilaian orang terhadap dirinya dalam stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat. Hal ini terutama menurut Packard pada kaum terpelajar yang biasanya mempunyai tendensi untuk menggolongkan diri pada lapisan sosial yang lebih tinggi daripada stratifikasi obyektif. Diantara kaum terpelajar sendiri terdapat perbedaan antara bagaimana berpakaian dan cara seseorang dari lapisan tertentu harus bertindak. Sebagai contoh disebutnya beberapa tendensi dari segelintir kelompok intelektual yang justru suka bertindak dan berpakaian lain dan sebenarnya sukar digolongkan kelompok intelek (asli) yaitu mereka yang bersikap Bohemia. Sebaliknya justru kaum intelek (murni) lebih memperhatikan sifat kecenderungan untuk menjalankan norma-norma sosial yang berlaku dan hidup tidak dalam keadaan berbeda menyolok dengan kelompok sosialnya.
Mengenai kelompok intelektual yang bersifat Bohemia bahkan Alferd von Martin lebih cenderung untuk menggolongkannya sebagi orang-orang yang “pseudo-intelek” karena meragukan dalamnya pengetahuannya. Kaum intelek yang murni selalu didorong oleh keinginan akan prestasidalam menemukan dan mengambangkan kebenaran dan keadilan. Karena itu ia biasanya menjadi perantara antara pihak-pihak yang bertentangan dalam masyarakat karena mencari kebenaran dan keadilan ; ia mempunya tanggung jawab sosial yang besar dan karenanya tidak tergolong aliran nihilisme; ia tidak dapat bertindak a sosial walaupun banyak orang terpelajar menggaris bawahi keterpelajarannya justru melalui jalan ini.                                               Oleh Yakob Burckhardt karenanya sikap intelek demikian dinilai sebagai bersangkutan terlalu menjauhkan diri dari masyarakat dan karenanya justru  tidak mencerminkan nilai kaum terpelajar.
Dengan kaum terpelajar sebagi contoh tampak bagaimana stratifikasi obyektif dan stratifikasi subyektif biasanya tidak berimpit dan bahwa karenanya setiap usaha encerminan stratifikasi dalam suatu masyarakat tidak bersifat murni terua=tama karena disamping unsur-unsur sosial terdapat unsur-unsur psikologi yang akan menentukan tingkah laku seorang hal mana kalau tidak diteliti lebih lanjut mudah menggelincirkan oanf dengan mengunakannya sebagai patokan dan indikator tentang lapisan sosial seseorang.

F.       Faktor penyebab terjadinya stratifikasi sosial
Dalam masyarakat yang paling sederhana tidak terdapat stratifikasi social. Namun kebudayaan menjadi semakin kompleks, maka mulailah perbedaan status muncul. Karena pekerjaan dibagi menjadi beberapa jenis pekerjaan khusus, maka bebeerapa jenis pekerjaan pun menjadi lebih dihargai dan diberi imbalan lebih tinggi daripada jenis pekerjaan lainnya.[1]
 Beberapa factor yang menyebabkan adanya kelas social (stratifikasi social) diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Kekayaan 
Pada dasarnya kelas social merupakan suatu cara hidup. Diperlukan banyak sekali uang untuk dapat hidup menurut cara hidup orang berkelas social atas. Namun bukan hanya nominal uang yang dapat menjadikan seseorang tersebut dapat dikatakan sebagain seseorang yang berkelas soaial tinggi, tetapi juga perilakunya.
2.      Pekerjaan
Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan professional lebih berfungsi daripada penghasilan yang berwujud upah pekerjaan kasar. Sumber dari penghasilan (pekerjaan) seseorang memberi gambaran tentang latar belakang keluarga dan kemungkinan cara hidupnya. Beberapa jenis pekerjaan tertentu lebih terhormat daripada jenis pekerjaan laiinya inilah yang menyebabkan adanya perbedaan kelas social berdasarkan pekerjaan yang dilakukan.
3.      Pendidikan
Pendidikan yang tinggi memerlukan uang dan motivasi kemudian jenis dan tinggi-rendahnya pendidikan memepengaruhi jenjang kelas social. Pendidikan bukan hanya memberikan keterampilan kerja, tetapi juga melahirkan perubahan mental, selera, minat, tujuan, etiket, serta cara berbicara yang kemudian dapat merubah cara hidup seseorang secara keseluruhan. [2]
4.      Agama
Sistem kasta yang terdapat di ajaran agama hindu juga merupakan salah satu contoh kelas social.  Perbedaan gelar sesuai profesi menyebabkan terjadinya tingkatan-tingkatan social dalam masyarakat.
5.      Gender
Perbedaan jenis kelamin juga mempengaruhi status social suatu masyarakat. Pada dasarnya pria dan wanita memiliki kepribadian yang berbeda sehingga menyebabkan adanya beberapa sikap khusus yang menjadi basic bagaimana mereka bersosialisasi dalam masyarakat. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi kelas social mereka. Contohnya kaum pria memiliki sifat kepemimpinan yang lebih tinggi daripada wanita makan sebagian besar posisi pemimpin diduduki oleh kamu pria sehingga tingkatan social mereka jadi lebih tinggi dari wanita. Namun hal ini bukan menjadi suatu patokan pasti karena telah diberlakunya kesetaraan  gender.




DAFTAR PUSTAKA
Darmawaty Yulia, Ahmad djamil.2011.Buku saku sosiologi.Jakarta Selatan. Kawan Pustaka
Horton, B. Paul, dan Chester L. Hunt. 1984. Sosiologi. Edisi 6. Diterjemahkan oleh: Drs. Aminuddin Ram, M.Ed. Jakarta: Erlangga
S Susanto  Astrit .1983. Pengantar Sosiologi Dan Perubahan Sosial.Jakarta. Bina cipta
Waluya Bagja.2007.Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Bandung. setia purna inves

 








[1] Paul B. Horton dan Chester L. Hunt terjemahan, Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 1984) hal 01
[2] Paul B. Horton dan Chester L. Hunt terjemahan, Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 1984) hal 11


Semoga Bisa membantu, ma'af bila artikelnya kurang tepat dan masih jauh dari harapan teman teman yang membaca blog ini

Minggu, 13 Maret 2016

Assalamuallaikum
pada post kali ini aku ingin berbagi tentang daftar Ralat
 Yang lain dan tak bukan tugas bahasa indonesia

DAFTAR RALAT

No
Halaman
Batas dari
Tertulis
Seharusnya
atas
bawah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
43
44
49
54
61
80
80
81
89
89
-
7
13
8
-
-
-
-
10
-
2
-
-
-
3
11
3
3
-
6
memerikan
Menyempurnaan
Terdiri terdiri
Diamatai
Logka
Yang yang
Fingsi
Tolok
Filsup
Filsuh
memberikan
Penyempurnaan
terdiri
Diamati
logika
Yang
Fungsi
Tolak
Filsuf
Filsuf

Hai hai. sempat Fakum seminggu, nggarap tugas ini,dan tugas yang lainnya. Dan aku mau S haring  ke kalian, semoga membantu PEMBAHASAN ...